Rabu, 24 September 2008

Kisah Guru dalam Novel Indonesia

Novel adalah cerita yang melukiskan sebagian hidup pelaku yang penting saja. Bahasanya sederhana atau bahasa sehari-hari dan bersifat realisme (nyata) atau naturalisme (alami). Penulis menemukan beberapa kisah guru dalamnovel atau novel yang bertema pendidikan yang menyangkut kisah tentang kehidupan guru. Setidaknya cuplikan novel ini menggambarkan keberadaan guru pada masanya, dan menjadi renungan untuk perjuangan guru dalam memajukan pendidikan.
Novel Kasih Ibu (1932) karya Paulus Supit terbitan Balai Pustaka mengisahkan Corrie yang berhasil menjadi guru yang diikuti pula oleh adik bubgsunya Rudolf. Melalui perjuangan dan kasih saying seorang ibu yang ingin anak-anaknya bersekolah dan sampai pada cita-cita yang diinginkannya. Mochtar Lubis dengan novel Jalan Tak Ada Ujung (1952) terbitan Pustaka Jaya mengisahkan Guru Isa, seorang guru sekolah rakyat di Tanah abang yang terlibat dalam pergolakan revolusi yang sedang terjadi.
Orang Buangan (1971) novel Harijadi S. Hartowardjojo terbitan Pustaka Jaya mengisahkan Guru Tantri, guru sekolah dasar di sebuah desa yang penduduknya terkena wabah penyalit dan banyak yang meninggal. SangGuru (1973) masih terbitan Pustaka Jaya, novel karya GersonPoyk ini mengisahkan kehidupan guru di pulau Ternate pada masa pemberontakan Permesta.
Pustaka Jaya menerbitkan Pergolakan (1974) karya Wildan Yatim mengisahkan guru Abdul Salam yang juga mubaligh, seorang guru yang ditempattugaskan di sebuah desa yang dianggap menyimpang dalam menerapkan ajaran Islam. Novel ini juga menceritakan kegelisahan penduduk desa di pinggiran hutan sumatera akibat pemberontakan PRRI/Permesta dan juga terror dan intrik PKI.
Pertemuan Dua Hati (1986) karya Nh. Dini terbitan Gramedia mengisahkan Ibu Guru Suci, guru SD di Semarang dalam menghadapi Waskito, muridnya yang bandel, sementara di satu sisi anak kandungnya sendiri mengidap penyakit ayan yang memerlikan perawatan intensif. Novel ini juga memberikan gambaran bahwa murid yang nakal bila ditangani dengan pendekatan dan cara yang tepat akan kembali menjadi murid yang wajar tentunya dengan ekstra kesabaran seorang guru.
Lascar Pelangi (2005) karya Andrea Hirata terbitan Bentang Pustaka mengisahkan Bapak Harfan dan Ibu Muslimah dalam mendidik anak SD Muhammadiyah di ppppPilau Belitong. Novel Best-seller ini juga menceritakan Ikal (Andrea Hirata, penulis novelnya) dalam menempuh pendidikan bersama teman-temannya.
Rumah Pelangi (2008) terbitan Arti Bumi Intaran karya Samsikin Abu Daldiri mengisahkan Bu Samsikin, seorang guru perempuan jawa di era 60-an.
Demikianlah beberapa kisah guru dalam novel Indonesia. Masih banyak lagi novel-novel tentang kisah guru yang penulis tidak ketahui. Tapi setidaknya dapat memberikan gambaran tentang perjuangan guru dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Dede Awan Aprianto
Guru SDN Rowopanjang Bruno Purworejo

Kamis, 04 September 2008

Hentikan Kekerasan Pada Anak Didik!

Guru adalah orang tua di sekolah. Pendapat ini sering disalahartikan oleh para orang tua siswa bahwa segala hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan anak-anaknya adalah tanggung jawab guru. Padahal guru hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Orang tua di rumah menghadapi tingkah satu anak saja sudah dibuat repot. Apalagi kalau ada puluhan anak di kelas dengan segala tingkahnya, apa tidak semakin repot?.
Peringatan dan hukuman sering dilakukan kepada anak didik yang dianggap nakal dengan tujuan untuk memberikan efek jera kepada anak didik agar perbuatan itu tidak akan dilakukan lagi. Peringatan bias dilakukan dengan ucapan (bahkan bentakan) sedangkan hukuman misalnya menyuruh anak berdiri di depan kelas, lari keliling lapangan, dikeluarkan dari dalam kelas, atau mungkin dengan jeweran di telinga.
Tapi hati-hati, hukuman yang kita lakukan yang awal mulanya bertujuan baik, bias kebablasan dan berakibat fatal sehingga menjadi bahan konsumsi media seperti berikut:
Dua siswa sekolah dianiaya guru, korban mengalami luka memar di bagian punggung akibat dipukul sang guru menggunakan kayu (okezone.com 22/04/2008). 41 siswa dianiaya guru, seluruh siswa dibariskan di depan kelas, dan dengan dengan sekuat tenaga memukuli siswa yang sebagian besarnya wanita dengan menggunakan ikat pinggang (sijomandiri.net 07/06/2008). Karena salah menghitung saat melemparkan bola basket kepada temannya, seorang siswa harus rela menerima pukulan dan tendangan dari gurunya (liputan6.com 09/05/2007). Seorang siswa dianiaya di ruang kelas saat istirahat karena siswa lain dibuatnya menangis dan tanpa permisi sang guru langsung melayangkan lengan kanannya ke pipi siswa dengan cara menahan pipi kirinya dengan tangan kiri (rakyatmerdeka.co.id 30/01/2007). Siswa tidak kerjakan PR dianiaya guru (antara.co.id 02/05/2007). Siswa geger otak karena dianiaya guru (detiknews.com 07/06/2008).
Menurut Blask (1951), kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil dan tidak dapat dibenarkan yang disertai dengan emosi yang hebat, atau kemarahan yang tak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina.
Menurut KUHP pasal 29, melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin, secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagainya sehingga orang yang terkena tindakan itu merasa sakit yang sangat.
Hukuman fisik biasanya dijalankan oleh guru dibawah kondisi tekanan emosional yang dipicu oleh perilaku murid. Untuk menghindari kekerasan pada anak didik, guru harus memahami psikologi anak yang menyangkut perkembangan anak serta dinamika kejiwaan secara umum. Dengan pendekatan psikologi, diharapkan guru dapat menemukan cara yang lebih efektif dan sehat untuk menghadapi anak didik.
Undang-undang no 23/2002 tentang perlindungan anak, juga menegaskan partisipasi anak yang berbunyi "Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan".
Anak di kelas diberi cap nakal, betulkah ia seorang yang nakal? Apa yang kita lihat nakal? Mungkin dibalik itu ada sesuatu yang kita tidak pahami. Oleh karena itu, sangat arif jika seorang guru lebih dahulu memahami mengapa seorang siswa berperilaku seperti itu.
Penelitian UNICEF 2006 di tiga daerah yaitu Jateng, Sumsel, dan Sumut, tercatat sekitar 80% tindak kekerasan yang dilakukan sejumlah guru terhadap anak didik mereka di sekolah.
Menurut Abd Assegaf (2004), factor kekerasan internal di lingkungan pendidikan sekolah sangat memeberikan pengaruh langsung pada perilaku siswa.
Guru sebagai sebuah profesi harus dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya. Guru harus tampil sebagai sosok yang disegani, bukan ditakuti. Membimbing anak didik dengan sabar karena kemampuan dan pertumbuhan intelektual setiap anak berbeda-beda. Menurut Fathor Rahman MD (2008), kemampuan mendidik dengan cara yang halus dan edukatif juga merupakan profesionalitas yang jauh lebih berharga daripada kemapanan sisis intelektualnya. Oleh karena itu, penting ditanamkan sebuah pemahaman bahwa tugas guru sejatinya tidak hanya mengajar, tapi juga mendidik.
Guru jangan pernah berhenti memberikan pengabdian yang terbaik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, agar tercipta generasi muda Indonesia yang unggul dalam prestasi dan berbudi pekerti terpuji.
PENULIS:
Dede Awan Aprianto, A.Ma. Guru SDN Rowopanjang, Bruno, Purworejo.
Alamat rumah: Dadirejo 01/04, Bagelen, Purworejo 54174 (Hp.081328835359)
Email:dedeawanap@yahoo.co.id