Sabtu, 05 April 2008

AYO MENULIS CERPEN

Bagi seorang guru/ pendidik, kegiatan tulis menulis lebih banyak yang berkaitan dengan dunia pendidikan seperti artikel, opini, atau dengan kata lain harus ilmiah, nonsastra, dan relevan. Oleh sebab itu, tulisannya cenderung berkutat seputar kebijakan pendidikan, kritik dan saran. Sehingga bagi sebagian guru yang sudah kenyang makan asam garam atau telah lama berkecimpung di dunia pendidikan seakan lelah dan bosan dengan suguhan yang tak juga berpihak kepada pendidikan itu sendiri. Kebijakan pemerintah untuk pendidikan, kesejahteraan guru, perkembangan kurikulum, adalah sajian yang sering kita temukan dalam tulisan tersebut. Terlebih lagi sang penulis biasanya adalah orang yang berprestasi dan bertugas di daerah perkotaan yang jauh dari kemelut kehidupan pendidikan di pedesaan dengan sagala keterbatasannya. Dan lebih memprihatinkan lagi adalah jika penulis itu sendiri menulis sekedar teori saja dan tujuan penulisannya adalah agar dirinya menjadi orang yang terpandang ilmunya, disegani, dan dihormati. Sehingga seolah tiada pesan yang mengena di hati pembacanya.
Dunia tulis menulis sangat dipengaruhi oleh senggangnya waktu di tengah-tengah kesibukan aktifitas pekerjaan dan urusan keluarga serta masyarakat.
Cerpen bisa menjadi alternative tulisan yang mampu memberi kesan berbeda bagi pembaca setelah menangkap pesan/ amanat yang ingin disampaikan, dan tentu saja masih seputar kebijakan pendidikan, kesejahteraan guru, perkembangan kurikulum, kritik, saran dan lain-lain.
Sebuah cerpen harus tetap mengedepankan estetika/ keindahan karena cerpen itu sendiri merupakan sebuah karya seni yang meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembaca. Salah satu kesalahan yang sering dibuat cerpenis pemula mereka berpikir bahwa cerpen itu hanya semacam media untuk menyampaikan informasi tertentu. Maka hasilnya karya yang dihasilkanpun tak lebih dari deretan informasi demi informasi (Jonriah Ukur Ginting, www.jonru.net).
Banyak cerita yang dapat menjadi inspirasi atau ilham untuk menulis sebuah cerpen. Ilham itu dikupas sedemikian rupa dan memadukannya dengan imajinasi, serta menuangkannya dalam bentuk tulisan. Adapun langkah-langkahnya adalah: menemukan ide dalam sebuah tema, menyusun alur cerita sebagai kerangka karangan, mengumpulkan kosakata dan gaya bahasa, mengembangkan alur cerita menjadi kerangka karangan utuh (Awan Sundiawan, www.awan965.wordpress.com).
Struktur para penulis pemula seringkali disarankan untuk menggunakan pengandaian berikut ini ketika menyusun cerpen mereka (diterjemahkan dan diringkas oleh Ary Cahya Utomo dari sumber www.write101.com/shortstory.htm, dan saya kutip dari www.pelitaku.sabda.org).
taruh seseorang di atas pohon (munculkan sebuah kedaan yang harus dihadapi tokoh utama cerita)
lempari dia dengan batu (kembangkan suatu masalah yang harus diselesaikan tokoh utama tadi)
buat dia turun (tunjukkan bagaimana tokoh pada akhirnya mengatasi masalah itu/ sebagai tempat memunculkan pesan yang ingin disampaikan penulis)
Tulisan fiksi menuntut daya imajinasi tinggi, sementara nonfiksi dibatasi oleh fakta dan aturan-aturan hukum tertentu. Jadi bagi yang ingin menulis fiksi, latihlah kreatifitas daya imajinasi dan juga kemampuan mendramatisasi suatu adegan (Ary Cahya Utomo, www.pelitaku.sabda.org).
Bacaan yang kita lahap sebenarnya ibarat amunisi yang membuat keahlian menulis kita semakin baik. Selain menambah wawasan/ pengetahuan, membaca juga bisa membuat kita menemukan kosakata baru, gaya bahasa baru, atau teknik bercerita yang baru (Jonriah Ukur Ginting, www.jonru.net).
Sebuah cerita tidak dapat disebut cerpen apabila secara minimal tidak memenuhi syarat sebagai berikut (Drs.Sugeng, Bahasa Indonesia SMA kelas X, 2005:76)
meskipun pendek, merupakan kesatuan yang lengkap dan selesai
tersusun atas lima bagian, pengenalan, perumitan, klimaks cerita, krisis balik, dan penyelesaian masalah
mengandung estetika, baik dalam hal bahasa maupun dalam hal teknik bercerita
unsur-unsur pembangun cerita tergambar secara eksplisit atau implicit
mampu memberikan efek (kesan tertentu) bagi pembaca baik secara moral, emosional, ataupun intelektual.
Jadi pada dasarnya sebuah cerpen harus memiliki tema, tokoh, setting, alur/ jalan cerita, konflik, dan amanat/ pesan. Selain itu, dalam sebuah cerpen harus ada dialog yang memberi bobot pada cerpen, juga dimanakah sudut pandang penulis dalam cerpen. Kalau sudut pandang penulis adalah sebagai ‘aku’, maka seolah-olah penulis benar-benar menceritakan dirinya sendiri. Jika sudut pandang penulis adalah sebaga pencerita, maka penulis hanyalah memaparkan sang tokoh dalam sudut pandang penulis.
Dan perlu kita renungkan, bahwa sebuah karya sastra baik itu cerpen, novel, dll, bila kita menulis berdasarkan tren yang sudah ada, dan mengikuti saja pendapat pakar penulis terkenal, bukan jaminan bahwa karya kita akan diterima oleh pembaca. Karena pada dasarnya, karya yang diterima oleh pembaca adalah karya yang benar-benar orisinil dan berbeda serta mengetengahkan hal yang baru bagi pembaca.
Rowopanjang, April 2008

Tidak ada komentar: