Rabu, 24 September 2008

Kisah Guru dalam Novel Indonesia

Novel adalah cerita yang melukiskan sebagian hidup pelaku yang penting saja. Bahasanya sederhana atau bahasa sehari-hari dan bersifat realisme (nyata) atau naturalisme (alami). Penulis menemukan beberapa kisah guru dalamnovel atau novel yang bertema pendidikan yang menyangkut kisah tentang kehidupan guru. Setidaknya cuplikan novel ini menggambarkan keberadaan guru pada masanya, dan menjadi renungan untuk perjuangan guru dalam memajukan pendidikan.
Novel Kasih Ibu (1932) karya Paulus Supit terbitan Balai Pustaka mengisahkan Corrie yang berhasil menjadi guru yang diikuti pula oleh adik bubgsunya Rudolf. Melalui perjuangan dan kasih saying seorang ibu yang ingin anak-anaknya bersekolah dan sampai pada cita-cita yang diinginkannya. Mochtar Lubis dengan novel Jalan Tak Ada Ujung (1952) terbitan Pustaka Jaya mengisahkan Guru Isa, seorang guru sekolah rakyat di Tanah abang yang terlibat dalam pergolakan revolusi yang sedang terjadi.
Orang Buangan (1971) novel Harijadi S. Hartowardjojo terbitan Pustaka Jaya mengisahkan Guru Tantri, guru sekolah dasar di sebuah desa yang penduduknya terkena wabah penyalit dan banyak yang meninggal. SangGuru (1973) masih terbitan Pustaka Jaya, novel karya GersonPoyk ini mengisahkan kehidupan guru di pulau Ternate pada masa pemberontakan Permesta.
Pustaka Jaya menerbitkan Pergolakan (1974) karya Wildan Yatim mengisahkan guru Abdul Salam yang juga mubaligh, seorang guru yang ditempattugaskan di sebuah desa yang dianggap menyimpang dalam menerapkan ajaran Islam. Novel ini juga menceritakan kegelisahan penduduk desa di pinggiran hutan sumatera akibat pemberontakan PRRI/Permesta dan juga terror dan intrik PKI.
Pertemuan Dua Hati (1986) karya Nh. Dini terbitan Gramedia mengisahkan Ibu Guru Suci, guru SD di Semarang dalam menghadapi Waskito, muridnya yang bandel, sementara di satu sisi anak kandungnya sendiri mengidap penyakit ayan yang memerlikan perawatan intensif. Novel ini juga memberikan gambaran bahwa murid yang nakal bila ditangani dengan pendekatan dan cara yang tepat akan kembali menjadi murid yang wajar tentunya dengan ekstra kesabaran seorang guru.
Lascar Pelangi (2005) karya Andrea Hirata terbitan Bentang Pustaka mengisahkan Bapak Harfan dan Ibu Muslimah dalam mendidik anak SD Muhammadiyah di ppppPilau Belitong. Novel Best-seller ini juga menceritakan Ikal (Andrea Hirata, penulis novelnya) dalam menempuh pendidikan bersama teman-temannya.
Rumah Pelangi (2008) terbitan Arti Bumi Intaran karya Samsikin Abu Daldiri mengisahkan Bu Samsikin, seorang guru perempuan jawa di era 60-an.
Demikianlah beberapa kisah guru dalam novel Indonesia. Masih banyak lagi novel-novel tentang kisah guru yang penulis tidak ketahui. Tapi setidaknya dapat memberikan gambaran tentang perjuangan guru dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Dede Awan Aprianto
Guru SDN Rowopanjang Bruno Purworejo

Kamis, 04 September 2008

Hentikan Kekerasan Pada Anak Didik!

Guru adalah orang tua di sekolah. Pendapat ini sering disalahartikan oleh para orang tua siswa bahwa segala hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan anak-anaknya adalah tanggung jawab guru. Padahal guru hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Orang tua di rumah menghadapi tingkah satu anak saja sudah dibuat repot. Apalagi kalau ada puluhan anak di kelas dengan segala tingkahnya, apa tidak semakin repot?.
Peringatan dan hukuman sering dilakukan kepada anak didik yang dianggap nakal dengan tujuan untuk memberikan efek jera kepada anak didik agar perbuatan itu tidak akan dilakukan lagi. Peringatan bias dilakukan dengan ucapan (bahkan bentakan) sedangkan hukuman misalnya menyuruh anak berdiri di depan kelas, lari keliling lapangan, dikeluarkan dari dalam kelas, atau mungkin dengan jeweran di telinga.
Tapi hati-hati, hukuman yang kita lakukan yang awal mulanya bertujuan baik, bias kebablasan dan berakibat fatal sehingga menjadi bahan konsumsi media seperti berikut:
Dua siswa sekolah dianiaya guru, korban mengalami luka memar di bagian punggung akibat dipukul sang guru menggunakan kayu (okezone.com 22/04/2008). 41 siswa dianiaya guru, seluruh siswa dibariskan di depan kelas, dan dengan dengan sekuat tenaga memukuli siswa yang sebagian besarnya wanita dengan menggunakan ikat pinggang (sijomandiri.net 07/06/2008). Karena salah menghitung saat melemparkan bola basket kepada temannya, seorang siswa harus rela menerima pukulan dan tendangan dari gurunya (liputan6.com 09/05/2007). Seorang siswa dianiaya di ruang kelas saat istirahat karena siswa lain dibuatnya menangis dan tanpa permisi sang guru langsung melayangkan lengan kanannya ke pipi siswa dengan cara menahan pipi kirinya dengan tangan kiri (rakyatmerdeka.co.id 30/01/2007). Siswa tidak kerjakan PR dianiaya guru (antara.co.id 02/05/2007). Siswa geger otak karena dianiaya guru (detiknews.com 07/06/2008).
Menurut Blask (1951), kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil dan tidak dapat dibenarkan yang disertai dengan emosi yang hebat, atau kemarahan yang tak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina.
Menurut KUHP pasal 29, melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin, secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagainya sehingga orang yang terkena tindakan itu merasa sakit yang sangat.
Hukuman fisik biasanya dijalankan oleh guru dibawah kondisi tekanan emosional yang dipicu oleh perilaku murid. Untuk menghindari kekerasan pada anak didik, guru harus memahami psikologi anak yang menyangkut perkembangan anak serta dinamika kejiwaan secara umum. Dengan pendekatan psikologi, diharapkan guru dapat menemukan cara yang lebih efektif dan sehat untuk menghadapi anak didik.
Undang-undang no 23/2002 tentang perlindungan anak, juga menegaskan partisipasi anak yang berbunyi "Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan".
Anak di kelas diberi cap nakal, betulkah ia seorang yang nakal? Apa yang kita lihat nakal? Mungkin dibalik itu ada sesuatu yang kita tidak pahami. Oleh karena itu, sangat arif jika seorang guru lebih dahulu memahami mengapa seorang siswa berperilaku seperti itu.
Penelitian UNICEF 2006 di tiga daerah yaitu Jateng, Sumsel, dan Sumut, tercatat sekitar 80% tindak kekerasan yang dilakukan sejumlah guru terhadap anak didik mereka di sekolah.
Menurut Abd Assegaf (2004), factor kekerasan internal di lingkungan pendidikan sekolah sangat memeberikan pengaruh langsung pada perilaku siswa.
Guru sebagai sebuah profesi harus dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya. Guru harus tampil sebagai sosok yang disegani, bukan ditakuti. Membimbing anak didik dengan sabar karena kemampuan dan pertumbuhan intelektual setiap anak berbeda-beda. Menurut Fathor Rahman MD (2008), kemampuan mendidik dengan cara yang halus dan edukatif juga merupakan profesionalitas yang jauh lebih berharga daripada kemapanan sisis intelektualnya. Oleh karena itu, penting ditanamkan sebuah pemahaman bahwa tugas guru sejatinya tidak hanya mengajar, tapi juga mendidik.
Guru jangan pernah berhenti memberikan pengabdian yang terbaik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, agar tercipta generasi muda Indonesia yang unggul dalam prestasi dan berbudi pekerti terpuji.
PENULIS:
Dede Awan Aprianto, A.Ma. Guru SDN Rowopanjang, Bruno, Purworejo.
Alamat rumah: Dadirejo 01/04, Bagelen, Purworejo 54174 (Hp.081328835359)
Email:dedeawanap@yahoo.co.id

Senin, 16 Juni 2008

Permainan Lomba Cerdas Cermat, Pembelajaran Menyenangkan

Oleh Dede Awan Aprianto, A.Ma. Guru SDN Rowopanjang, Bruno, Purworejo.

Dulu di TVRI pernah ditayangkan Lomba Cerdas Cermat baik itu untuk tingkat SD ataupun SMP. Saya pun membayangkan seandainya saya mengikuti lomba tersebut dan memenangkannya, alangkah bahagianya. Saying, harapan itu tidak pernah kesampain meskipun pernah diberi kesempatan, namun gagal di babak seleksi.
Sekarang ini sudah jarang dijumpai acara televise yang bertemakan pendidikan seperti Lomba Cerdas Cermat karena acara televise saat ini lebih bersifat komersil dan bersifat hiburan semata serta mengenyampingkan acara yang bernilai.
Sebagai serang guru, kita pernah mendapaykan materi pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) atau saya lebih senang menyebutnya PAIKEM Gembrot (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Genbira dan Berbobot). Saya kira semua guru sudah paham apa itu pembelajaran PAKEM. Tapi yang tinbul dalam benak saya adalah sudahkah kita sebagai guru melaksanakan PAKEM tersebut?.
Saya mempunyai sedikit pengalaman sederhana tentang bagaimana pembelajaran yang efektif, karena menurut M.Sobri Sutikno (2007), pembelajaran efektif bukan membuat anda pusing, tetapi bagaimana tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan mudah dan menyenangkan.
Pada minggu-minggu terakhir dalam satu semester atau sebelum UAS dilaksanakan, biasanya materi pelajaran yang harus diajarkan untuk satu semester, sudah selesai. Untuk mengingatkan kembali siswa dengan pelajaran yang telah didapatnya, saya mengajak kepada bapak dan ibu guru untuk melakukan permainan Lomba Cerdas Cermat. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut:
Ajaklah siswa untuk bermain. Saya lebih senang menggunakan kata bermain, tatapi intinya adalah bermain sambil belajar.
Bentuklah siswa menjadi dua sampai lima regu, dan setiap regu terdiri darai tiga anak.
Kondisikan siswa untuk larut dalam sebuah Lomba, dimana ada peserta, penonton, pembawa acara, pencatat skor/ nilai, dan bila memungkinkan adanya hadiah untuk pemenang lomba.
Guru menjadi pembawa acara, pembaca soal pertanyaan, dan berperan penuh terhadap jalannya permainan, termasuk memberi semangat kepada peserta, dan mengajak penonton memberikqan tepuk tamngan dan dukungan kepada peserta.
Guru telah menyiapkan soal pertanyaan yang dilombakan. Soal diambil dari materi satu pelajaran atau beberapa pelajaran.
Lomba terdiri dari 2 babak
Babak I, regu A mengambil soal pilihan untuk dipilih. Soal pilihan sebanyak regu yang bermain saat itu. Soal pilihan bias terdiri dari 5-10 soal. Bila regu A tidak bias menjawab atau menjawab salah, soal bias dilempar untuk dijawab regu berikutnya, begitupun seterusnya.
Babak II adalah menjawab soal rebutan yang dibacakan dengan aturan menjawab terlebih dahulu tunjuk jari bagi peserta.
Babak I untuk soal yang dijawab betul skor 100, dan jika salah tidak ada pengurangan.
Babak II untuk soal yang dijawab betul skor 100, dan jika salah dikurangi 50 (-50)
Tata cara permainan ini bias disesuaikan dengan kondisi yang ada, ataupun dengan kreatifitas yang lebih efektif dan menyenangkan.
Dari kegiatan Permainan Lomba Cerdas Cermat ini, dapat saya tarik kesimpulan sebagai berikut:
Mengingatkan kembali siswa dengan pelajaran yang pernah disampaikan, karena soal pertanyaan terdiri dari rangkuman pokok pelajaran.
Meningkatkan motivasi siswa, karena meningkatkan motivasi adalah dengan memberikan tujuan (memenangkan lomba), memberikan pujian, memberikan penghargaan (hadiah), memberikan hukuman (pengurangan skor), dan memberikan persaingan (kompetisi).
Mempraktekan cara berpikir cepat dan tepat.
Siswa belajar bekerjasama dengan teman satu regu.
Pembentukan karakter siswa untuk berani, menghilangkan rasa tidak percaya diri, dan tegas dalam mengambil keputusan dengan segala konsekuensinya.
Memberikan pengalaman baru bagi siswa.
Memberikan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan menghibur.
Kiranya, pengalaman sederhana ini bermanfaat dan memberikan inspirasi kepada guru untuk mempraktekan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Karena, mengutip perkataan Mantan Mendikbud Fuad Hassan “Jangan terlalu rebut dengan kurikulum dan sistemnya, itu semua bukan apa-apa. Justru pelaku-pelakunya itulah yang lebih penting diperhatikan”.
PENULIS:
Dede Awan Aprianto, A.Ma. Guru SDN Rowopanjang, Bruno, Purworejo.
Alamat rumah: Dadirejo 01/04, Bagelen, Purworejo 54174 (Hp.081328835359)Email:dedeawanap@yahoo.co.id

Jumat, 11 April 2008

SEMANGAT PENDIDIKAN ANDREA HIRATA DALAM TETRALOGI LASKAR PELANGI

Oleh: Dedeawan

Berbicara tentang Andrea Hirata dan Laskar Pelanginya bukanlah hal yang baru bagi mereka yang mengikuti perkembangan novel Indonesia yang sedang semarak dengan hadirnya penulis-penulis novel yang memberikan kisah-kisah yang berbeda dan menggugah jiwa pembacanya, seperti Habiburrahman El Shirazy, penulis novel Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih yang karya-karyanya best seller dan digandrungi karena ceritanya yang mengandung nilai Islami dan tidak terkesan menggurui.

Andrea Hirata, anak muda Melayu Belitong lulusan Sorbonne, Perancis, novelis muda berbakat yang menghadirkan kisah masa kecilnya dalam sebuah novel yang unik dengan mengangkat tema pendidikan dalam ceritanya yaitu Tetralogi Laskar Pelangi. Dalam Tetralogi Laskar Pelangi terdiri dari empat novel yaitu Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.
Dalam Laskar Pelangi, mengisahkan sepuluh orang anak yang bersekolah di sekolah Muhammadiyah. Cerita berawal dari keresahan Pak Harfan dan Bu Muslimah, yang mengabdikan diri di sekolah tersebut, yang panik karena baru ada sembilan anak baru kelas satu yang mendaftar yaitu Ikal (penulis sendiri, Andrea Hirata), Lintang, Mahar, Trapani, Kucai, Syahdan, Samson, A Kiong, dan satu-satunya perempuan bernama Sahara. Padahal menurut pengawas dari Diknas Belitong menegaskan bahwa sekolah yang muridnya kurang dari sepuluh maka sekolah tersebut harus tutup. Disaat-saat terakhir munculah Harun, anak lima belas tahun dengan keterbalakangan mental yang menyelamatkan sekolah itu dari penutupan.
Keberadaan SD sekaligus SMP Muhammadiyah tersebut sangat berbeda dengan kedaan sekolah-sekolah PN Timah, ibarat bumi dengan langit. Sekolah PN Timah adalah sekolah yang didirikan oleh PN Timah, perusahaan negara yang menguasai produksi hasil tambang di pulau Belitong. Sekolah PN dikhususkan untuk anak-anak pejabat atau staf yang bekerja di perusahaan yang pada masa itu tebesar se-kawasan Asia. Sedangkan penduduk belitong adalah pekerjanya.

Meski dikisahkan kesepuluh anak Laskar Pelangi tersebut bersekolah di sekolah yang mirip gudang kopra, semangat mereka tetap membara, begitupun Bu Muslimah guru mereka, dan Pak Harfan kepala sekolah. Bu Muslimah digambarkan sebagai sosok guru yang bersahaja dari pandangan anak didiknya yang memanggilnya ibunda guru. Kehidupan ekonominya dari pekerjaan lain sebagai penjahit. Profesi gurunya murni semata demi syiar Islam dan memenuhi panggilan jiwa sebagai pendidik. Demikian halnya dengan Pak Harfan, pamannya Bu Mus, digambarkan sebagai guru yang berjenggot lebat, berkemeja koko warna hijau yang berubah menjadi putih karena terlalu sering dicuci, bercelana panjang kusut karena terlalu sering dipakai. Kehidupan ekonominya dari hasil berkebun. Sekolah mereka adalah potret buram sekolah miskin masyarakat Melayu Belitong yang hidup dan berkembang dengan semangat perjuangan dan pengorbanan serta sumbangan sukarela warga.

Mengikuti alur cerita Laskar Pelangi membuat kita (pembaca) untuk menyelami masa kecil penulis (Andrea Hirata) dan juga teman-temannya yang penuh semangat dalam mengenyam pendidikan. Seperti Lintang yang harus mengayuh sepedanya sejauh 40 kilometer melewati jalan kecil penuh rawa dan buaya besar untuk sampai di sekolah. Lintang jualah yang disebut-sebut dalam novel ini sebagai anak jenius didikan alam, yang mengangkat harkat dan martabat sekolah miskin Muhammadiyah itu dalam lomba cerdas cermat tingkat kabupaten mengalahkan sekolah-sekolah PN yang penuh fasilitas. Namun sayang, anak jenius didikan alam tersebut harus mengubur kejeniusannya saat ayahnya meninggal dan Lintang harus menjadi tulang punggung keluarganya.

Buku kedua dari Tetralogi Laskar Pelangi adalah Sang Pemimpi. Mengisahkan Ikal, Arai, dan Jimron dalam menjalani hari-hari mereka bersama mimpi-mimpinya saat bersekolah di SMA. Kesetiakawanan yang tinggi mereka tunjukkan dalam mewujudkan mimpinya. Saat itu PN Timah belitong dalam keadaan kacau dan gelombang PHK besar-besaran membuat anak-anak tidak bisa bersekolah karena orang tua mereka tidak sanggup membiayainya. Anak-anak yang ingin bersekolah harus bekerja, begitu juga dengan ketiga sahabat ini, hingga harus bekerja sebagai kuli ngambat yang bertugas menunggu perahu nelayan tambat dan memikul tangkapan para nelayan itu ke pasar ikan. Kuli tambat adalah pekerjaan yang paling kasar yang hanya diminati oleh mereka yang semangat bersekolahnya kuat, atau mereka yang benar-benar putus asa karena tidak memiliki pekerjaan lain.

Buku ketiga adalah Edensor, menceritakan Ikal dan Arai yang mendapat beasiswa untuk mengambil S-2 ke Eropa, tepatnya di Sorbonne, Perancis. Dan buku keempat dari Tetralogi Laskar Pelangi adalah Maryamah Karpov.

Kiranya, semangat Andrea Hirata dalam Tetralogi Laskar Pelanginya dalam meraih pendidikan setinggi-tingginya, menggapai mimpi menjadi kenyataan, mengunjungi tempat yang tidak pernah diduga sebelumnya, dapat melecut kita, para pendidik ataupun siapa saja untuk memajukan pendidikan dengan segala keterbatasannya.

Sabtu, 05 April 2008

AYO MENULIS CERPEN

Bagi seorang guru/ pendidik, kegiatan tulis menulis lebih banyak yang berkaitan dengan dunia pendidikan seperti artikel, opini, atau dengan kata lain harus ilmiah, nonsastra, dan relevan. Oleh sebab itu, tulisannya cenderung berkutat seputar kebijakan pendidikan, kritik dan saran. Sehingga bagi sebagian guru yang sudah kenyang makan asam garam atau telah lama berkecimpung di dunia pendidikan seakan lelah dan bosan dengan suguhan yang tak juga berpihak kepada pendidikan itu sendiri. Kebijakan pemerintah untuk pendidikan, kesejahteraan guru, perkembangan kurikulum, adalah sajian yang sering kita temukan dalam tulisan tersebut. Terlebih lagi sang penulis biasanya adalah orang yang berprestasi dan bertugas di daerah perkotaan yang jauh dari kemelut kehidupan pendidikan di pedesaan dengan sagala keterbatasannya. Dan lebih memprihatinkan lagi adalah jika penulis itu sendiri menulis sekedar teori saja dan tujuan penulisannya adalah agar dirinya menjadi orang yang terpandang ilmunya, disegani, dan dihormati. Sehingga seolah tiada pesan yang mengena di hati pembacanya.
Dunia tulis menulis sangat dipengaruhi oleh senggangnya waktu di tengah-tengah kesibukan aktifitas pekerjaan dan urusan keluarga serta masyarakat.
Cerpen bisa menjadi alternative tulisan yang mampu memberi kesan berbeda bagi pembaca setelah menangkap pesan/ amanat yang ingin disampaikan, dan tentu saja masih seputar kebijakan pendidikan, kesejahteraan guru, perkembangan kurikulum, kritik, saran dan lain-lain.
Sebuah cerpen harus tetap mengedepankan estetika/ keindahan karena cerpen itu sendiri merupakan sebuah karya seni yang meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembaca. Salah satu kesalahan yang sering dibuat cerpenis pemula mereka berpikir bahwa cerpen itu hanya semacam media untuk menyampaikan informasi tertentu. Maka hasilnya karya yang dihasilkanpun tak lebih dari deretan informasi demi informasi (Jonriah Ukur Ginting, www.jonru.net).
Banyak cerita yang dapat menjadi inspirasi atau ilham untuk menulis sebuah cerpen. Ilham itu dikupas sedemikian rupa dan memadukannya dengan imajinasi, serta menuangkannya dalam bentuk tulisan. Adapun langkah-langkahnya adalah: menemukan ide dalam sebuah tema, menyusun alur cerita sebagai kerangka karangan, mengumpulkan kosakata dan gaya bahasa, mengembangkan alur cerita menjadi kerangka karangan utuh (Awan Sundiawan, www.awan965.wordpress.com).
Struktur para penulis pemula seringkali disarankan untuk menggunakan pengandaian berikut ini ketika menyusun cerpen mereka (diterjemahkan dan diringkas oleh Ary Cahya Utomo dari sumber www.write101.com/shortstory.htm, dan saya kutip dari www.pelitaku.sabda.org).
taruh seseorang di atas pohon (munculkan sebuah kedaan yang harus dihadapi tokoh utama cerita)
lempari dia dengan batu (kembangkan suatu masalah yang harus diselesaikan tokoh utama tadi)
buat dia turun (tunjukkan bagaimana tokoh pada akhirnya mengatasi masalah itu/ sebagai tempat memunculkan pesan yang ingin disampaikan penulis)
Tulisan fiksi menuntut daya imajinasi tinggi, sementara nonfiksi dibatasi oleh fakta dan aturan-aturan hukum tertentu. Jadi bagi yang ingin menulis fiksi, latihlah kreatifitas daya imajinasi dan juga kemampuan mendramatisasi suatu adegan (Ary Cahya Utomo, www.pelitaku.sabda.org).
Bacaan yang kita lahap sebenarnya ibarat amunisi yang membuat keahlian menulis kita semakin baik. Selain menambah wawasan/ pengetahuan, membaca juga bisa membuat kita menemukan kosakata baru, gaya bahasa baru, atau teknik bercerita yang baru (Jonriah Ukur Ginting, www.jonru.net).
Sebuah cerita tidak dapat disebut cerpen apabila secara minimal tidak memenuhi syarat sebagai berikut (Drs.Sugeng, Bahasa Indonesia SMA kelas X, 2005:76)
meskipun pendek, merupakan kesatuan yang lengkap dan selesai
tersusun atas lima bagian, pengenalan, perumitan, klimaks cerita, krisis balik, dan penyelesaian masalah
mengandung estetika, baik dalam hal bahasa maupun dalam hal teknik bercerita
unsur-unsur pembangun cerita tergambar secara eksplisit atau implicit
mampu memberikan efek (kesan tertentu) bagi pembaca baik secara moral, emosional, ataupun intelektual.
Jadi pada dasarnya sebuah cerpen harus memiliki tema, tokoh, setting, alur/ jalan cerita, konflik, dan amanat/ pesan. Selain itu, dalam sebuah cerpen harus ada dialog yang memberi bobot pada cerpen, juga dimanakah sudut pandang penulis dalam cerpen. Kalau sudut pandang penulis adalah sebagai ‘aku’, maka seolah-olah penulis benar-benar menceritakan dirinya sendiri. Jika sudut pandang penulis adalah sebaga pencerita, maka penulis hanyalah memaparkan sang tokoh dalam sudut pandang penulis.
Dan perlu kita renungkan, bahwa sebuah karya sastra baik itu cerpen, novel, dll, bila kita menulis berdasarkan tren yang sudah ada, dan mengikuti saja pendapat pakar penulis terkenal, bukan jaminan bahwa karya kita akan diterima oleh pembaca. Karena pada dasarnya, karya yang diterima oleh pembaca adalah karya yang benar-benar orisinil dan berbeda serta mengetengahkan hal yang baru bagi pembaca.
Rowopanjang, April 2008

Cerpen SEPENGGAL KISAH DARI LUBUK HATI

Oleh: Dedeawan
Pertemuanku dengannya pagi itu benar-benar membuatku tidak bisa nyenyak dalam tidur malamku. Kembali dengan kesadaran yang baru kuhimpun kucoba mengangkat beban tubuhku yang kurasa sangat berat. Kuusahakan mataku untuk menatap kemilau sinar mentari pagi yang sudah kian meninggi ketika kusibakkan tirai penutup jendela kamarku yang berhadapan langsung dengan hamparan luas di ujung sudut tempat kostku, tempat yang selama setahun lebih ini menampungku ketika aku menuntut ilmu di sebuah perguruan tinggi negeri di jogja. Aku kuliah di jogja karena memenuhi cita-citaku untuk menjadi seorang guru. Pahlawan tanpa tanda jasa yang mengabdikan dirinya sampai kepelosok-pelosok desa dimana berdirinya sebuah sekolah dasar. Program Diploma yang sedang kutempuh saat ini memang ditujukan untuk mencetak insan pendidik tingkat dasar tersebut.
Segar rasanya tubuhku setelah bermandikan dinginnya air. Setiap guyuran satu gayuh air seakan menjadi pengobat rasa rinduku yang menggebu kepada sosok yang kutemui di terminal siang itu seminggu yang lalu. Pertemuan singkat itu menyebabkanku sulit untuk tidur, hanya memandangi ponselku dan berharap dia akan meneleponku karena dia sempat meminta nomor hp ku sebelum berpisah. Dia adalah orang yang ku panggil pak guru ketika aku masih SD dulu. Aneh rasanya merindukan guru yang seharusnya kuhormati itu. Bahkan dalam buku diaryku kutuliskan kata "Dia" bukankah sepantasnya kutuliskan kata "Beliau". Dan seharusnya maka akan tertulis "Beliaulah yang telah membuatku terhindar dari nyenyak tidurku, dan selalu mengisi hariku dengan lamunan yang tiada berujung". Sebagai anak gadis remaja 19 tahun, wajarlah jika aku selalu menuliskan setiap perasaanku. Tapi apakah pantas jika aku mencintai orang yang usianya 10 tahun lebih tua dariku, mungkin lebih. Ketampanan dan kewibawaannya sama sekali tak berkurang setelah hampir 8 tahun tidak bertemu. Dia, pak Arif namanya, adalah guru yang 10 tahun lalu ditempattugaskan di sebuah desa tempat tinggalku yang pelosok itu, yang harus dilalui menempuh 10 km jalan berbatu dan terjal. Hanya 2 tahun dia bertugas di desaku. Padahal kata ayahku yang mantan kepala desa, sekarang ini setiap guru yang diangkat harus menandatangani surat pernyataan bersedia ditempatkan di daerah terpencil dan tidak akan mengajukan pindah sebelum memiliki masa kerja 8 tahun. Entahlah, mungkin antara dulu dan sekarang peraturannya berbeda.
Kembali aku mengingat masa kecilku ketika itu, ketika dia masih mengajar di kelasku saat itu. Dari perwakannya, kami semua tahu bahwa guru kami ini bukanlah orang yang sudah tua umurnya seperti pak Ahmad yang suka menyuruh kami mencatat sampai 5 halaman bahkan lebih setiap kali mengajar. Dia berbeda, gayanya yang energik, pintar, dan sering melucu serta inovatif dan atraktif dalam mengajar itu membuat kami mampu menyerap apa yang disampaikannya. Terkadang dia tersipu malu apabila salah berujar, maklum jiwa mudanya saat itu mungin belum bisa menampakkan kepribadiannya yang dewasa.
Tidak mengherankan jika aku tahu banyak tentang dia, karena dulu dia tinggal di perumahan dekat rumahku. Sebagai seorang guru muda dia sering bertingkah kaku dan pendiam. Wajahnya juga tergolong tampan sehingga kakak perempuanku sempat menaruh hati padanya. Kini baru kusadari bahwa aku sendiri sebenarnya juga tertarik padanya. Sebagai anak belasan tahun, dulu aku belum bisa menerjemahkan arti dari ketertarikanku itu.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 07.30. Dengan segera kubereskan Rencana Pembelajaran yang sudah kupersiapkan matang tadi malam. Ini adalah hari-hari tersibuk dalam kegiatan PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) di sebuah sekolah karena kegiatan mikro teaching/ praktek mengajar yang sedang aku jalani. Berbagai alat peraga kembali kucoba periksa guna memastikan tak ada yang tertinggal. Setelah istirahat pertama, aku akan praktek mengajar IPA di kelas IV yang guru kelasnya terkenal kritis itu.
Dengan mengendarai Honda supra fit yang baru dibelikan ayahku, akhirnya sampai juga aku di pelataran parkir SD tempat PPL-ku. Aku tak memasuki ruang guru terlebih dahulu kerena bapak dan ibu guru mungkin sudah ada di kelas masing-masing. Sedang pak kepala sekolah kuketahui sedang kondangan ketempat kerabatnya. Dengan segera aku mendatangi teman-temanku di ruang UKS yang khusus dipersiapkan untuk markas mahasiswa yang PPL. Tak terelakan lagi kicauan Pak ketua yang panjang lebar memarahi dan menasehatiku agar jangan terlambat. Akhirnya dengan permintaan maaf , Pak ketua tampak sudah tak berkicau lagi. Entah kenapa aku merasa ada pada grup yang salah. Adalah pak ketua sebagai ketua regu yang kukenal sangat kaku namun taat beribadah. Terus tiga teman pria yang dulu pernah kutolak cintanya. Dua cewek yang sedang kasmaran karena baru memiliki cowok pujaan hati. Dan lagi lima ibu-ibu yang sudah berkeluarga. Kusebut ibu-ibu karena sudah menikah, meskipun diantara mereka ada yang belum dikaruniai anak. Yang kurasakan dari mereka adalah aroma ketidak-sukaan terhadapku karena menilai aku egois dan kekanak-kanakan. Mungkin karena mereka memang sudah terlalu tua.
Seusai praktek mengajar yang kukira sudah bagus, tak ku ambil hati kata bu Vira, guru kelas IV yang sering memberikan komentar yang tidak membangun daripada pujian yang seharusnya kudapatkan. Aku pergi ke kantin di luar sekolah yang kurasa tempatnya sangat nyaman, paling tidak, terhindar dari teman-temanku yang membosankan itu. Setelah memesan makanan, langsung kutuju tempat di sudut meja itu. Sambil melihat orang-orang yang berlalu-lalang, kutebarkan pandanganku dengan berharap agar pak Arif, guru yang kurindukan itu datang. Mengetahui betapa tersiksanya diriku memendam kerinduan ini. Entah berapa lama waktuku tersita untuk sekedar mengharapkan beliau menyapaku lewat hp ku. Memandangi hp bututku, dan yang terlintas dalam benakku adalah bayangan wajah tampannya. Mungkin aku memang benar-benar telah jatuh hati padanya. Kembali aku melamunkan pertemuan singkatku dengannya, saat aku duduk di bangku terminal di siang hari yang terik.
"Mira, kamu Mira khan!" sapa pak arif keheranan sambil mengulurkan tangan bersalaman. Tak menyangka akan bertemu kembali denganku, murid yang ditinggalkannya itu.
"I…i.iya pak!" balasku gelagepan sambil membalas uluran tangannya. Aku tersipu malu karena merasa ditatap oleh matanya yang tajam. Desiran darah kurasakan disekujur tubuh ketika berhadapan langsung dengan pria tampan ini. Tutur katanya yang spontan benar-benar tidak berbeda ketika dia mengajar dulu.
Kami pun berbincang-bincang. Dari perbincangan kami, aku mengetahui bahwa setelah pindah dari SD di desaku itu, dia mendapat tugas di sebuah SD di kota yang keberadaannya jauh lebih baik daripada di desaku itu. Benar-benar sebuah pertemuan yang tidak diduga tapi kurasa sangat membahagiakan. Bagaimana tidak, setelah kepindahannya dari desaku yang kurasa sangat tiba-tiba itu, akhirnya kerinduan ini terobati jua. Entah apa yang membuat pria setengah tua itu menarik perhatianku. Benar-benar kejujuranku ini adalah hal aneh tapi nyata. Atau begitu kuatkah sosok seorang guru sehingga selalu terngiang dalam ingatan.
Aku dikagetkan oleh kehadiran pedagang bakso yang mengantarkan pesananku.
"Maaf mbak, menunggu lama ya!" tanyanya ramah.
"Tidak apa-apa pak" jawabku gelagepan karena baru tersadar dari lamunanku. Setelah menyantap bakso dan membayarnya, akupun segera beranjak dari kantin itu. Berkumpul dengan temanku dan merencanakan apa yang harus dilakukan esok hari.
Purworejo, 17 Maret 2008

Senin, 31 Maret 2008

Artikel Cinta DALAM SEBUAH RENUNGAN Kumpulan Puisi

DALAM SEBUAH RENUNGAN
Dalam sebuah renungan
Kucoba menuangkan apa yang kurasakan
Mencari jawaban atas pertanyaan
melalui tulisan-tulisan

KEKASIH HATI DAMBAAN JIWA
Kau adalah kekasih hatiku dambaan jiwaku
Tapi aku hanya mengasihi hatimu dan mendambakan jiwamu
Bukan ragamu

PENJARA JIWA
Raga adalah penjara jiwa
Kemana jiwa mengembara saat bermimpi ?
Tentu saja ketempat dimana raga tak mampu menjangkaunya


MENCARI SEBUAH ARTI
Aku mencari apalah maksud sebuah arti. Dimana keberadaan dan keyakinan bergelut. Mencari sebuah kebenaran yang pasti. Kemana perginya tujuan keberadaan. Kemana larinya sebuah harapan. Ketika mentari kebenaran telah tenggelam, dimanakah arti bersembunyi?

DIAM
Semakin aku diam semakin ingin aku berontak, merubah segala keadaan, dari yang baik menjadi buruk, bukannya menjadi lebih baik. Apa yang bias ku banggakan, ilmu apa yang harus ku pertaruhkan, pengalaman apa yang bias kujadikan pegangan, karena kenyataannya, sekarang aku berada dalam kungkungan, dalam endapan lahar Lumpur emosi yang menjadikannya gunung berapi yang siap meletupkan kemurkaannya, menyibak kemunafikan yang selalu terpendam.

ORANG BAIK
Siapa yang disebut orang baik? Apakah yang pernah berbuat salah itu tidak bisa menjadi orang baik. Setiap kesalahan dijadikan pengalaman buruk yang mengarah ke kebaikannya, sebenarnya merekalah yang disebut orang baik. Bukan mereka yang menyebut diri orang baik, tetapi didalamnya tersimpan tertata rapi beribu kebobrokan, terpendam dalam senyum palsu yang dibalut kegetiran akan ketakutannya, takut pada diri sendiri, sebuah katakutan terbesar dalam hidup. Sungguh sangat pengecutlah ia. Bukan sekedar dari luar ketakutan itu datang, tapi dari dalam diri yang terpatri rapi, ketakutan abadi.

SEBUAH PERASAAN
Kucoba membiarkan perasaanku terbang sebentar, menembus daya khayalku, menembus sudut imajiku, menerawang jauh tinggi dan seketika itu pula kucoba menepis dan menggabungkan pikiranku ke dalam alam sadarku, dan mencoba kulupakan semua cita-cita semu dari balik tirai kehidupanku. Ketika aku telah lupa dan mataku mulai terpejam, kenapa dia datang dalam mimpiku dengan semua daya pesona keanggunannya yang sempat kemarin dulu aku lamunkan. Ketika terbangun, sejenak aku tersenyum tapi seketika itu pula aku merasa kehampaan dalam angan, kekosongan dalam jiwa, dan kegersangan dalam batin

WANITA YANG KUKAGUMI ITU
Wanita yang kukagumi itu
Berkali-kali dia mencuri hatiku
Merampas kesadaranku
Membawa jiwaku berkelana
Menculik perasaan dan menyanderanya
Meminta tebusan atas waktu
Hingga berapa lama aku termenung
Guna menebus waktu atas apa yang dimintanya
Merenggut kebahagiaan hari-hariku
Sampai akhirnya…..
Dia kembalikan hatiku yang dicurinya
Dia kembalikan kesadaranku, jiwaku, dan perasaanku
Kujaga dan kurawat komponen-komponen ragaku
Sebab dia tak berhak atas itu
Karena aku hidup dalam nyata
Bukan dalam mimpi yang mempesona

Dekatilah wanita yang ingin kau dekati
Tapi jangan kau tambatkan hatimu pada sehelai rambutnya

PERJALANAN
Sampai kapan kita terus begini
Berjalan dalam sebuah ketidakpastian
Memenuhi segala hasrat jiwa
Yang baik dan yang buruk
Bersyukurlah mereka yang telah mengerti
Tentang sebuah arti keberadaan
Dimana jiwa dan raga bertemu
Bersatu padu beriringan seia sekata
Dalam meniti sebuah keberadaan yang hakiki
Kemana jiwa akan pergi?
Disaat raga enggan bersatu lagi
Disasat nafas tak lagi berhembus
Kemana jiwa akan pergi?
Apakah dirimu akan pergi sekarang?
Lalu…… dapatkah kau menceritakan padaku bagaimana perjalananmu?
Kurasa tidak
Sebab kepergian abadi takkan pernah kembali
Namun tunggulah kami bila kau telah berada pada tujuan perjalananmu
Renungkanlah atas apa yang telah kau lakukan dulu
Masih sempatkanh kau berfikir untuk kembali?
Ataukah azab telah menantimu?
Entahlah………. Sebab aku belum pernah kesana


SEBUAH RENUNGAN (1)
Cinta memang ada dan tumbuh di dalam hati ini. Tapi kekaguman akan cinta akan sirna seiring berjalannya waktu. Khayalan tentang cinta memang ada, tetapi setiap kali berubah. Bersyukurlah dirimu jika kau dapat mengendalikan cinta dan kaupun bisa bertahan dari dampak fantasi dan frustasi. Percayalah, Tuhan akan memberikan kita yang terbaik, karena yang terbaik itu hanyalah dari-Nya. Jika kita mendapatkan keadaan tidak seperti yang kita harapkan, mungkin bukan itulah yang terbaik buat kita. Ingat rejeki ditangan-Nya, Dialah segala pengatur dijagat raya ini. Biarkan orang mengatakan perasaan cinta yang dipendam akan mendatangkan penyakit, tapi perasaan cinta yang tersampaikan tidakkah akan menjadi lebih penyakit lagi, jikalau kita tidak siap dan tidak mampu menghadapinya. Marilah kita pikirkan baik buruknya. Ingat kau tidak buta pengalaman. Belajarlah pengalaman yang dialami orang lain. Apa yang terjadi masa lalu adalah pelajaran berharga.

SEBUAH RENUNGAN (2)
Siapapun, kapanpun, dimanapun, manusia tidak bisa terhindar dari apa yang namanya cinta. Sebab cinta adalah fitrah semua umat manusia. Cinta adalah sebuah perasaan penuh perjuangan menghadapi musuh berselimut dalam batin. Ketika cinta tak terkendali ibarat sebuah kapal tanpa nahkoda, ibarat mobil tanpa rem. Maka kendalikanlah perasaan cinta sebagaimana dirimu mengendalikan diri dari nafsu bututmu. Sebab nafsu selalu berhubungan dengan syahwat. Dan ketika syahwat tak tersalurkan maka pikiran-pikiran kotorlah yang bergelimang dalam sanubarimu dan syetan pun masuk ibarat sebuah rumah yang berpintu tapi tak berpenjaga yang dimasuki pencuri.



MEMAHAMI CINTA DARI SUDUT YANG LAIN
Diamlah
Izinkan aku berbicara di hadapan kalian
Dengarkanlah suara-suara kami
suara orang-orang diam
Menarik diri dari peradaban
dari hiruk pikuknya dunia
aku hanyalah seorang pemimpi
seorang penghayal
menganggap yang semu itu nyata
yang nyata itu semu
kahlil gibran bilang
setiap lelaki mencintai dua orang perempuan
satu dalam khayalannya yang begitu sempurna
dua adalah wanita bernafas yang penuh dengan kekurangan
sehingga dia bilang
haruskah aku menggantikan kedudukannya yang sempurna itu dengan wanita tanah liat yang bernafas ?
pernahkah kalian dengar
cerita sekawanan kupu-kupu yang ingin mengetahui seperti apa nyala lilin itu
mereka utus satu diantara mereka untuk menyelidiki
tetapi ia hanya melihat dari kejauhan dan pulang kembali untuk bercerita kepada kawannya
kurang puas, mereka utus satu lagi
ia melihat lebih dekat dan membakarkan sedikit sayapnya pada lilin yang menyala itu
akhirnya ia kembali dengan sedikit luka di tubuhnya
ternyata ada yang belum puas dan ingin serba tahu
ia kesana dengan penuh rasa keingin tahuan
ia dekap lilin yang menyala itu
ia tahu seperti apa nyala lilin itu
menyala bersama tubuhnya yang turut serta
dari kejauhan ada kupu-kupu bijak yang sedari tadi mengamati
ia berkata
dia telah mengetahui apa yang ingin diketahuinya
tapi hanya dia sendiri yang tahu tak ada yang dapat menuturkannya

nasibnya sama seperti seorang anak manusia yang ingin tahu segala hal mengenai cinta
dia dekapkan dirinya kedalam nyala lilin cinta yang menyala
terbakar hati dan perasannya
itulah sebabnya dia diam dan terus menerus membisu
sebab jiwanya telah mati
tak dapatlah dia menuturkan cinta yang telah dirasakannya
lalu dari manakah cinta yang selama ini menjadi tema setiap kehidupan
bukankah si pencinta itu tak pernah menuturkan sepatah kata pun mengenai cinta
ia datang dari mereka pujangga-pujangga amatiran
yang belum pernah merasakan cinta
tapi seringkali disakiti oleh cinta

Artikel Cinta LOVE IS CINTA

Oleh Dedeawan
Tema tentang cinta selalu menarik untuk diperbincangkan. Selain karena kekuatannya yang sangat dahsyat bagi kehidupan manusia, juga karena cinta tidak bisa dilepaskan dari eksistensi manusia. Namun ada sisi menarik yang sering dilupakan dalam masalah cinta, yakni keharusan adanya tanggung jawab ketika seseorang menyatakan cinta kepada orang lain. Tanggung jawab itu, tidak hanya ditunjukkan dalam bentuk kesediaan melanjutkan cinta ke jenjang pernikahan, namun tanggung jawab dalam menyeleksi siapa orang yang harus dicintai. Karena mencintai itu sendiri merupakan proses memilih jodoh (Luqman Haqani, Jangan Katakan Cinta, 2004:5).
Ibnu Hazm al-Andalusy dalam buku Thauq al-Hamamah halaman 47, Cinta adalah ungkapan perasaan jiwa, ekspresi hati dan gejolah naluri yang menggelayuti hati seseorang terhadap kekasihnya. Ia terlahir dengan penuh semangat, kasih sayang dan kegembiraan. Pada mulanya cinta hanya sekedar iseng lalu menjadi serius. Demikian lembutnya arti sebuah cinta sehingga tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Cinta hakiki takkan dapat dimengerti kecuali dengan sebuah pengorbanan (Dr.Khalid Jamal, Ajari Aku Cinta, 2007:16).
Sesuatu itu dapat dicintai jika telah dikenal dan diketahui. Jika sesuatu itu sudah dikenal dan diketahui kemudian ada kecocokan sifat dan kesesuaian, maka timbullah rasa cinta (mahabbah). Karena itu rasa cinta itu karena kecenderungan perasaan terhadap sesuatu yang menyenangkan. Kecenderungan perasaan yang kuat itulah yang disebut cinta (Abu Fajar Al Qalami, Ringkasan Ihya Ulumiddin Imam Al Ghazali, 2003:375).
Cinta sejati dua insan berbeda jenis adalah cinta yang terjalin setelah akad nikah. Yaitu cinta kita pada pasangan hidup kita yang sah. Cinta sebelum menikah adalah cinta semu yang tidak perlu disakralkan dan diagung-agungkan (Habiburrahman El Shirazy, Ayat-ayat Cinta, 2008:291).
“Dan orang-orang yang beriman itu lebih kuat cintanya kepada Allah”(QS. Al Baqarah 165).
“Sesungguhnya Allah SWT. mengatakan pada hari kiamat akan memanggil, “Manakah orang-orang yang saling mencintai hanya karena aku? Pada hari ini Aku akan melindungi mereka di hari yang tidak ada tempat berteduh dan berlindung kecuali perlindungan-Ku” (HR. Muslim).
Seorang lelaki umumnya menganggap cinta dan pernikahan hanyalah satu tahapan kehidupan yang ia lalui. Kemudian setelah itu ia tetap berkonsentrasi pada sesuatu yang lebih penting dari itu menurut pandangannya. Seperti jaminan hidup, masa depan dan mewujudkan cita-citanya. Akan tetapi cinta bagi seorang wanita, meskipun ia wanita karier yang memiliki cita-cita tertentu, ia akan menganggap pernikahan dan tugas ibu rumah tangga menjadi segala-galanya dalam hidupnya. Bukan sebagai satu tahapan kehidupan yang ia lalui. Maka, tidak salah lagi bahwa seorang wanita yang menjalin ikatan cinta dengan seorang lelaki sebelum pelaminan, ia sebetulnya telah mempertaruhkan nama baik dan kehormatannya. Dan pada akhirnya ia mempertaruhkan seluruh hidupnya (Dr.Khalid Jamal, Ajari Aku Cinta, 2007:43-44)
Kahlil Gibran dalam Bidadari-bidadari Lembah yang mengisahkan tentang Martha yang menuturkan……. Ia memberiku segalanya dengan senyum, dibalik kelembutan untaian kata-kata dan perlakuan kasihnya, ia sembunyikan nafsu dan hasrat binatangnya. Lalu setelah berhasil ia memuaskan nafsunya dengan tubuhku dan menebas habis harga diriku, ia pergi meninggalkan bara api dalam hatiku yang kian berkobar. Sejak itu, aku jatuh dalam kegelapan ini dimana bara kepedihan dan duka yang pahit memenuhinya.
Semoga apa yang telah anda baca ini bermanfaat dan menjadi renungan dalam mengarungi samudera cinta. Mudah-mudahan Allah SWT meridhoi cinta kita, dan menghindarkan diri kita dari cinta semu yang memilukan.
Purworejo, 22 Maret 2008, Pk.14.30

Cerpen KUDA BESI

Cerpen Dedeawan
Seseorang sedang mencoba menggelitikku agar aku segera terbangun, segera hidup, untuk segera menunaikan tugasku. Dengan terpaksa akupun terbangun. Kukedipkan seluruh mataku. Tiga di depan, dan tiga di belakang. Mungkin kalian bingung, tapi baiklah aku jelaskan. Sebenarnnya aku baru saja terbangun. Tapi mungkin aku terlahir beberapa bulan yang lalu, dan baru bangun sekarang. Saat seorang mekanik menghidupkanku karena aku telah terpilih menjadi kuda besi tunggangan. Majikanku seorang yang masih muda. Dia melihat-lihat diriku, sepertinya dia mengagumiku. Tangan-tangan mekanik terus saja menggerayangiku agar aku menggerakkan seluruh otot-otot syarafku. Setelah diberi oli, santapan bulananku, dan bensin, sarapan harianku, akhirnya seluruh syaraf-syaraf tubuhku berfungsi. Aku siap ditunggangi dan digeber oleh majikanku. Pemilikku seutuhnya.
Setelah beberapa lama, usaha mereka untuk menghidupkanku pun telah berhasil. Aku melihat-lihat sekelilingku. Majikanku sepertinya mengurusi administrasiku, melunasiku. Kulihat ‘bebek tangguh’ bersedih. Kusapa dia dengan hangat. “Kenapa gerangan kau bersedih bebek tangguh?” Dia sepertinya acuh saja.
Si pemilik dealer memanggil salah satu mekaniknya. “Supra fit itu tolong masukkan ke bengkel. Sepertinya banyak bagian-bagian yang harus diperbaiki ataupun diganti sebelum dijual kembali”.
Aku baru tahu namanya supra fit. Kembali aku coba menyapanya. “Kenapa kau bersedih supra fit?”.
Dia mengamati sekelilingnya, mencari tahu siapa yang menyapanya.
“Rupanya kau, Tiger, tunggangan baru untuk majikanku” jawabnya.
Aku kini tahu namaku tiger. Aku heran, dari mana ia tahu namaku. Sedangkan aku sendiri baru tahu sekarng siapa namaku.
“Dari mana kau tahu kalau namaku tiger?” tanyaku penasaran.
“Bagaimana aku tidak tahu namamu. Kalau setiap hari, majikanku yang kini menjadi majikanmu itu selalu memuji-muji dirimu. Sepertinya ia lupa atas jasa-jasaku menemaninya saat-saat menentukan dalam hidupnya. Kini sepertinya ia melupakan aku”. Ujarnya panjang lebar.
Sepertinya ia enggan berpisah dengan majikannya yang kini adalah majikanku itu. Akankah nasibku juga akan seperti dia. Habis manis sepah dibuang. Aku ingin mengetahui lebih banyak tentang majikanku itu dari dirinya, mantan tunggangan majikanku itu.
“Sesungguhnya seperti apa gerangan majikanmu yang kini jadi majikanku itu?” Aku memberanikan diri bertanya.
“Dia adalah seorang guru SD. Jangan khawatir. Dia baik dan perhatian. Dulu dia mengurusiku dengan baik. Mengantarku ke tempat servis resmi apabila aku mengganti oli, atau saat dalam diriku ada ketidakberesan, ia segera mengganti onderdilku. Sebenarnya ia masih membutuhkanku, tapi karena keadaan ia memilihmu mengingat dirimu lebih tangguh, lebih perkasa untuk menemaninya, berangkat dan pulang kerja. Kaupun akan ditungganginya 120 km perharinya. Jangan takut, ia tak pernah membawaku ke tempat yang bernuansa maksiat. Tapi aku dipergunakan untuk pengabdiannya kepada Negara ini. Salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan aku mohon tolong jaga dia baik-baik” Kali ini penjelasannya itu menjadi saat perpisahanku dengannya. Dan akupun berjanji padanya untuk menjagnya baik-baik.
Meskipun aku sudah siap untuk ditunggangi. Tapi aku tetap dinaikkan di mobil bak terbuka itu. Aku hari ini bagaikan raja. Sesampainya di sebuah rumah. Majikanku mencoba me’reyen’ku. Sepertinya ia ingin lebih jauh mengenalku. Melakukan pendekatan padaku.
Seminggu sudah aku di rumah majikanku, mengenalinya dan seluruh keluarganya. Majikanku sangat perhatian padaku. Kotor sedikit saja, dia terus membersihkanku. Melapiku dengan penuh perhatian. Tak henti-hentinya ia terus mengagumiku.
Rasanya diriku semakin anggun saja. Di bagian depan dan belakang tubuhku kini terpasang papan hitam bertuliskan angka berwarna putih. Diriku semakin mantap saja karena majikanku telah berpakaian rapi. Bertas rapi. Berjaket rapi. Berhelm, berkaos tangan, bersepatu. Dia kelihatan berwibawa dan gagah ketika ‘bersanding’ denganku. Hari ini adalah hari pertama aku diajaknya ke tempat kerjanya, ke sekolahnya, ke SDnya. Tempat dia mengamalkan ilmunya., mengasuh muridnya, mengajarnya, mendidiknya, membimbingnya, memberikan tauladan kepada mereka.
Speedometerku menunjukkan bahwa aku telah melaju sejauh 50 km. semuanya biasa-biasa saja. Jalan raya tanpa lubang, jalan raya dengan sedikit lubang, jalan berliku dan menanjak. Aku heran, mengapa dari tadi belum juga sampai. Padahal badanku berat menopang beban tubuhnya yang kurasa lebih dari 65 kg ini. Semakin membuatku heran adalah kenapa ia membawaku ke jalan seperti ini. Berbatu, licin, dan ada genangan Lumpur. Berkali-kali majikanku berusaha menopang beban tubuhku yang hendak terpeleset ini. Sepertinya ia sudah mahir dengan jalan seperti ini. Aku percaya pada majikanku karena ia telah mempercayaiku untuk menemaninya menjalani kehidupan yang terkadang tidak selalu mulus itu. Seperti jalan yang kulalui saat ini.
Setelah mengalami perjuangan yang melelahkan, terlihat juga bangunan sekolah itu. Aku lega karena aku bisa beristirahat, kembali mengumpulkan tenaga untuk perjalanan pulang nanti. Aku disejajarkan dengan tumggangan-tunggangan teman-teman majikanku. Mereka adalah ‘kuda kurus’/Honda win, ‘bebek berotot’/astrea impressa, ‘bebek jantan’/supra x, dan ‘bebek perkasa’/Suzuki shogun. Aku bebas manamai dan menyebut mereka karena ini adalah duniaku. Dunia yang mungkin tidak pernah ada.
Tampang mereka bersahabat, meskipun tersembunyi ketabahan dan kesabaran luar biasa. Kami saling memperkenalkan diri. Yang paling sering melewati daerah ini, sering mondar-mandir ke sekolah ini adalah bebek perkasa. Ia menceritakan sudah tujuh tahun menemani majikannya. Tapi majikannya lebih dari 15 tahun sudah bertugas di sekolah ini. Si bebek jantan menceritakan ia baru lima tahun mengenal daerah ini. Si kuda kurus yang sahabat karib si bebek tangguh, tunggangan majikanku terdahulu sebelum aku, baru 2 tahun yang lalu menginjak daerah ini. Bebek berotot adalah yang paling disegani dan dihormati, karena beliau adalah tunggangan pak kepala sekolah Diam-diam aku kagum pada mereka dan majikan-majikan mereka termasuk majikanku sendiri.
Akhirnya setelah diantara kami saling bercerita, anak-anak sekolah sudah berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Itu artinya, diriku, si kuda besi ini harus kembali mempersiapkan diri ditunggangi oleh majikannya. Tak terasa hari sudah siang, meskipun langit tak terlihat cerah. Karena memang majikanku yang berjarak paling jauh, mereka semua mempersilahkan kami untuk terlebih dahulu melaju. Setelah 2 jam perjalanan, sore itu, kembali kami tiba di rumah. Bersama-sama kami telah berjuang melawan terjangan hujan deras yang mengguyur kami. Tubuhku dingin, basah, dan kotor. Tapi kenapa majikanku tak membersihkanku, tak memandikanku. Aku mencoba sabar dengan kedaanku saat ini.
Pagi harinya, kembali aku akan menemani majikanku. Meski hujan gerimis belum sepenuhnya reda, majikanku telah siap membawaku dengan memakai mantel jubah kebesarannya. Seandainya aku bisa berbicara dan menolak, enggan aku keluar di pagi sedingin ini. Tapi demi janjiku kepada bebek tangguh untuk menjaga majikanku ini baik-baik. Aku harus menjadi tunggangan yang setia, seperti majikanku yang setia pada profesinya.
Saat melaju kencang menerjang rintik air hujan, terasa ada yang mengganjal di badanku. Belum sempat aku berfikir, tiba-tiba saja majikanku terhempas dari punggungku. Akupun terhuyung kemudian terjatuh. Rupanya mantel jubah itu yang menjadi penyebabnya. Bagian belakang mantel jubah yang terurai itu tersangkut di rantai penggerak rodaku yang sedang melaju. Kulirik dari mata belakangku, majikanku terkapar tak berdaya. Jika memang ada hari pembalasan untuk setiap perbuatan, apakah aku akan dimintai pertanggungjawaban?, Jika memang ada, maka maafkanlah aku dan seluruh saudaraku yang telah membuat majikannya terkapar tak berdaya.
Purworejo, 27 Februari 2008, pkl 17.50 wib

BAHASA JAWA SEBAGAI BAHASA KOMUNIKASI DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI TK DAN SD KELAS RENDAH

PENULIS:
Dede Awan Aprianto, A.Ma. Guru SDN Rowopanjang, Bruno, Purworejo.
Suatu hari, kakak perempuan saya yang salah satu putranya bersekolah di taman kanak-kanak bercerita tentang kegiatan drumband yang merupakan kegiatan rutin setiap sabtu itu. Dapat dibayangkan bagaimana mengatur anak-anak TK yang merupakan masa bermain itu. Tentulah dibutuhkan ekstra kesabaran ibu-ibu guru pengasuh. Tapi yang sungguh-sungguh disayangkan adalah cara ibu guru TK itu mengatur dan membimbing bertutur katanya dalam bahasa Indonesia. Sementara anak-anak usia pra-sekolah tersebut kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah atau dilingkungannya selalu menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa keseharian mereka. Sementara pengetahuan bahasa Indonesia mereka terbatas. Akibatnya, anak-anak itu pun berbicara menjawab ataupun bertanya kepada ibu gurunya dalam bahasa Jawa ngoko.
Dari deskripsi singkat di atas, dapat digambarkan bahwa pengetahuan akan bahasa Jawa yang penggunaannya terdiri dari bahasa ngoko, krama, dan krama inggil bagi anak-anak orang jawa itu sendiri dapat dikatakan memprihatinkan. Bukannya maksud saya untuk mengkritik atau menyalahkan apa yang dilakukan ibu guru TK tersebut. Dan bukan pula bermaksud menganaktirikan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional dan bahasa pemersatu bangsa ini. Tapi akankah lebih baiknya apabila dalam usia-usia mereka saat ini mengenalkan dan mengakrabkan mereka dengan bahasa Jawa yang merupakan salah satu khazanah budaya bangsa Indonesia yang beranekaragam itu.
Satu lagi cerita saat mengikuti workshop pembelajaran tematik yang diadakan UPTD Pendidikan kecamatan bruno bekerjasama dengan penerbit Erlangga yang menghadirkan pembicara Ibu Nani Rosdjiati dari Widyaiswara LPMP Jateng. Narasumber yang memiliki pengalaman mengajar sebagai guru geografi SMA itu pun menerangkan secara gamblang tentang apa itu pembelajaran tematik dan mensimulasikan bagaimana sebaiknya pembelajaran tematik itu dilakukan agar tercapai hasil yang maksimal. Acara itupun tergolong sukses karena dihadiri oleh hampir semua guru kelas I-VI dan kepala sekolah se-kecamatan bruno. Ada pertanyaan yang menggelitik dalam fikiran saya yang saya diskusikan singkat dengan peserta workshop tersebut tapi tidak coba saya utarakan pertanyaan saya itu kepada narasumber. Pertanyaan itu adalah “Apakah dalam pembelajaran tematik yang dikhususkan untuk kelas rendah (kelasI-III) tersebut dalam kegiatan belajar mengajarnya menggunakan pengantar bahasa Indonesia atau bahasa Jawa?”. Saya menganggap pertanyaan saya ketika itu tidak terlalu penting, lagipula saya takut menyinggung narasumber yang asli bandung itu.
Dan merupakan pengalaman pribadi saya, yang seorang guru kelas IV (kelas tinggi) saat suatu hari ibu guru kelas I berhalangan hadir dan saya masuk ke kelas itu, kebetulan kelas saya diisi pelajaran Agama oleh guru PAI. Saya mencoba berbicara dalam bahasa Indonesia, dan anak-anak kelas I itupun hanya diam membisu sambil menatap saya dengan heran dan canggung. Karena menurut Jerome S. Brunner dalam bukunya Toward a theory of instruction mengemukakan bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa (Uzer Usman dan Lilis Setyawati, 1993: 5). Maka agar apa yang saya sampaikan dapat dipahami oleh siswa, maka saya menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dalam mengajar. Memang, anak-anak seusia mereka belum mengerti betul bahasa Indonesia, sedangkan bahasa Jawa adalah bahasa keseharian mereka. Bahasa Indonesia baru mereka ketahui melalui media elektronik seperti televisi, dan saat mereka duduk di bangku sekolah.
Menurut pendapat saya, akankah lebih baiknya bila pada usia TK dan SD kelas awal (khususnya kelas I dan II), dalam kegiatan belajar mengajarnya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi. Dan untuk SD kelas awal, bahasa Indonesia hanya sebatas mata pelajaran saja dengan alasan untuk mengenalkan bahasa Jawa lebih dahulu sebagai basic dasar sebelum mereka mengenal bahasa Indonesia dalam berkomunikasi mereka. Dan untuk menunjang hal tersebut, perlu diadakannya penataran bahasa Jawa untuk guru-guru TK dan SD yang mengajar di kelas awal, tanpa harus mengubah kurikulum, misalnya untuk SD kelas awal tetap pembelajaran tematik, tetapi dalam menyampaikan materi menggunakan bahasa Jawa. Penataran ini bertujuan untuk mengasah dan mempertajam penggunaan bahasa Jawa bagi para guru, dengan menghadirkan pakar yang benar-benar menguasai bahasa Jawa dan berpengalaman mengajar dengan komunikasi bahasa Jawa yang baik dan benar.
Anak-anak diperkenalkan dengan bahasa Jawa yang bila dipelajari lebih dalam itu menyimpan kekayaan kata, budi bahasa dan unggah-ungguh (sopan santun) yang baik. Karena budi pekerti seseorang akan terlihat melalui bahasa yang dituturkannya. Seperti saat sekarang ini, saat berbagai macam suguhan hiburan merebak di negeri ini, kita sepertinya kehilangan budaya ketimuran kita yang terkenal santun dan ramah.
Supadiyanto (Studi Sarjana pada Jurusan Komukasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogya & Jurdik Matematika FMPA UNY serta Peneliti muda pada ICRC) mengemukakan bahwa bagaimanakah posisi bahasa Jawa yang menjadi nukleus dari kehalusan tutur bahasa seseorang, kini tak mendapatkan porsi pelajaran di bangku sekolah. Mengapa, siswa tak memperoleh pelajaran bahasa Jawa, yang mengajarkan tata krama, unggah-ungguh dalam filosofi budaya Jawa. Krisis pemakaian bahasa Jawa yang terjadi di lokal area DIY dan Jawa Tengah secara umum bakal mempengaruhi kredibilitas kultur bahasa keraton ini di masa mendatang. Sudah jarang dan sulit sekali kita bisa dengan mudah menemukan siswa SD dan atau SMP yang pandai ber-casciscus memakai bahasa krama pada gurunya. Tak ada lagi ditemukan, siswa SMA yang lihai dalam berolah kata mengeksplorasikan krama inggil untuk berkomunikasi dengan orang tua atau sosok yang lebih dihormati.
Adalah hal yang menggembirakan karena sekarang ini pelajaran bahasa Jawa menjadi mata pelajaran yang wajib diajarkan mulai dari SD sampai SMA. Itu artinya ada upaya untuk melestarikan bahasa Jawa dan membudayakan bahasa Jawa di sekolah-sekolah.

PENTINGNYA ALAT PERAGA DALAM MENGAJAR IPA

Oleh: Dede Awan Aprianto, A.Ma (Guru SDN Rowopanjang, Bruno, Purworejo)
Salah satu tujuan pengajaran IPA adalah agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari (Depdikbud, 1994: 61). Apabila dalam proses belajar mengajar IPA guru tidak menggunakan alat peraga, maka sulit bagi siswa untuk menyerap konsep-konsep pelajaran yang disampaikan guru sehingga berdampak pada kurangnya tingkat keberhasilan siswa dalam belajar.
Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini mengandung arti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa (Moh. Surya, 1992: 21).
Tiap-tiap benda yang dapat menjelaskan suatu ide, prinsip, gejala atau hukum alam, dapat disebut alat peraga Fungsi dari alat peraga ialah memvisualisasikan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau sukar dilihat, hingga nampak jelas dan dapat menimbulkan pengertian atau meningkatkan persepsi seseorang (R.M. Soelarko, 1995: 6)
Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif (Nana Sudjana, 2002: 99). Dalam kaitannya dengan pengajaran IPA, keberadaan alat peraga jelas mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan belajar mengajar. Pengajaran pada dasarnya (Nana Sudjana, 2002: 43) adalah suatu proses terjadinya interaksi guru siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan, yaitu kegiatan belajar siswa dan kegiatan mengajar guru.
Jerome S. Brunner dalam bukunya Toward a theory of instruction mengemukakan bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa (Uzer Usman dan Lilis Setyawati, 1993: 5).
Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP kelas IV SD (Depdikbud, 1994: 61) mengemukakan pembelajaran IPA di SD sebagai berikut.
Mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan.
Pengajaran IPA bertujuan agar siswa:
memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari
memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan tentang alam sekitar
mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta kejadian di lingkungan sekitar
bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, bekerjasama dan mandiri
mampu menerapkan berbagai konsep IPA
mampu menggunakan tekhnologi sederhana
mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.
Alat peraga merupakan salah satu factor untuk mencapai efisiensi hasil belajar (Moh. Surya, 1992: 75). Keberadaan alat bantu pengajaran (alat pelajaran, media, alat peraga) oleh A.Samana (2001: 21) digambarkan dalam diagram berikut.
Tujuan Pendidikan (tujuan pengajaran)
Guru Siswa
Pendekatan -- Metode -- Teknik

Alat Bantu pengajaran (alat pelajaran, media, alat peraga)
Fungsi dari alat peraga ialah memvisualisasikan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau sukar dilihat, hingga nampak jelas dan dapat menimbulkan pengertian atau meningkatkan persepsi seseorang (R.M. Soelarko, 1995: 6).
Ada enam fungsi pokok dari alat peraga dalam proses belajar mengajar yang dikemukakan oleh Nana Sudjana dalam bukunya Dasar-dasar Proses belajar mengajar (2002: 99-100):
a. Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantuuntuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif
b. Penggunaan alat peraga merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar
c. Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran
d. Alat peraga dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan atau bukan sekedar pelengkap
e. Alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru
f. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar
Di samping enam fungsi di atas, penggunaan alat peraga mempunyai nilai-nilai:
Dengan peragaan dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berfikir, oleh karena itu dapat mengurangi terjadinya verbalisme
Dengan peragaan dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar
Dengan peragaan dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap
Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa
Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan
Membantu tumbuhnya pemikiran dan membantu berkembangnya kemampuan berbahasa
Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna.
Dalam menggunakan alat peraga hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan alat peraga tersebut dapat mencapai hasil yang baik. Prinsip-prinsip ini adalah sebagai berikut (Nana Sudjana, 2002: 104-105)
Menentukan jenis alat peraga dengan tepat, artinya sebaiknya guru memilih terlebih dahulu alat peraga manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang hendak diajarkan
Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat, artinya perlu diperhitungkan tingkat kemampuan/kematangan anak didik
Menyajikan alat peraga dengan tepat
Menempatkan dan memperlihatkan alat peraga pada waktu, tempat, dan situasi yang tepat.
R.M. Soelarko dalam buku Audio Visual media komunikasi ilmiah pendidikan penerangan (1995: 6) menggolongkan macam-macam alat peraga berdasarkan pada bahan yang dipakai:
a. Gambar-gambar (lukisan), dalam IPA misalnya Zoologie (gambar-gambar binatang), Botanie (gambar pohon, bunga, daun, dan buah), dan gambar tentang ilmu bumi (gambar gunung, laut, danau, hutan)
b. Benda-benda alam yang diawetkan, misalnya daun kering yang dipres, bunga, serangga misalnya kupu-kupu, jangkrik, belalang.
c. Model, Fantom, dan Manikkin. Yang disebut model adalah bentuk tiruan dalam skala kecil. Fantom atau Manikkin adalah model anatomi dari bagian-bagian tubuh manusia itu sendiri misal rangka manusia.
REFERENSI
A. Samana, 2001, Sistem Pengajaran, Yogyakarta: Kanisius
Depdikbud, 1994, Kurikulum Pendidikan Dasar Garis-garis Besar Program Pengajaran Kelas IV SD, Dirjen Dikti Bagian Proyek Pengembangan PGSD
Dimyati dan Mudjiono, 2002, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta
Moh. Surya, 1992, Psikologi Pendidikan, Bandung: IKIP Bandung
Nana Sudjana, 1990, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Nana Sudjana, 2002, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo
Ngalim Purwanto, 1998, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
R.M. Soelarko, 1995, Audio Visual Media Komunikasi Ilmiah Pendidikan Penerangan, Binacipta
Tim Penulis Psikologi Pendidikan, 1993, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UPT IKIP Yogyakarta
Uzer Usman dan Lilis Setyawati, 1993, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya