Senin, 31 Maret 2008

BAHASA JAWA SEBAGAI BAHASA KOMUNIKASI DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI TK DAN SD KELAS RENDAH

PENULIS:
Dede Awan Aprianto, A.Ma. Guru SDN Rowopanjang, Bruno, Purworejo.
Suatu hari, kakak perempuan saya yang salah satu putranya bersekolah di taman kanak-kanak bercerita tentang kegiatan drumband yang merupakan kegiatan rutin setiap sabtu itu. Dapat dibayangkan bagaimana mengatur anak-anak TK yang merupakan masa bermain itu. Tentulah dibutuhkan ekstra kesabaran ibu-ibu guru pengasuh. Tapi yang sungguh-sungguh disayangkan adalah cara ibu guru TK itu mengatur dan membimbing bertutur katanya dalam bahasa Indonesia. Sementara anak-anak usia pra-sekolah tersebut kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah atau dilingkungannya selalu menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa keseharian mereka. Sementara pengetahuan bahasa Indonesia mereka terbatas. Akibatnya, anak-anak itu pun berbicara menjawab ataupun bertanya kepada ibu gurunya dalam bahasa Jawa ngoko.
Dari deskripsi singkat di atas, dapat digambarkan bahwa pengetahuan akan bahasa Jawa yang penggunaannya terdiri dari bahasa ngoko, krama, dan krama inggil bagi anak-anak orang jawa itu sendiri dapat dikatakan memprihatinkan. Bukannya maksud saya untuk mengkritik atau menyalahkan apa yang dilakukan ibu guru TK tersebut. Dan bukan pula bermaksud menganaktirikan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional dan bahasa pemersatu bangsa ini. Tapi akankah lebih baiknya apabila dalam usia-usia mereka saat ini mengenalkan dan mengakrabkan mereka dengan bahasa Jawa yang merupakan salah satu khazanah budaya bangsa Indonesia yang beranekaragam itu.
Satu lagi cerita saat mengikuti workshop pembelajaran tematik yang diadakan UPTD Pendidikan kecamatan bruno bekerjasama dengan penerbit Erlangga yang menghadirkan pembicara Ibu Nani Rosdjiati dari Widyaiswara LPMP Jateng. Narasumber yang memiliki pengalaman mengajar sebagai guru geografi SMA itu pun menerangkan secara gamblang tentang apa itu pembelajaran tematik dan mensimulasikan bagaimana sebaiknya pembelajaran tematik itu dilakukan agar tercapai hasil yang maksimal. Acara itupun tergolong sukses karena dihadiri oleh hampir semua guru kelas I-VI dan kepala sekolah se-kecamatan bruno. Ada pertanyaan yang menggelitik dalam fikiran saya yang saya diskusikan singkat dengan peserta workshop tersebut tapi tidak coba saya utarakan pertanyaan saya itu kepada narasumber. Pertanyaan itu adalah “Apakah dalam pembelajaran tematik yang dikhususkan untuk kelas rendah (kelasI-III) tersebut dalam kegiatan belajar mengajarnya menggunakan pengantar bahasa Indonesia atau bahasa Jawa?”. Saya menganggap pertanyaan saya ketika itu tidak terlalu penting, lagipula saya takut menyinggung narasumber yang asli bandung itu.
Dan merupakan pengalaman pribadi saya, yang seorang guru kelas IV (kelas tinggi) saat suatu hari ibu guru kelas I berhalangan hadir dan saya masuk ke kelas itu, kebetulan kelas saya diisi pelajaran Agama oleh guru PAI. Saya mencoba berbicara dalam bahasa Indonesia, dan anak-anak kelas I itupun hanya diam membisu sambil menatap saya dengan heran dan canggung. Karena menurut Jerome S. Brunner dalam bukunya Toward a theory of instruction mengemukakan bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa (Uzer Usman dan Lilis Setyawati, 1993: 5). Maka agar apa yang saya sampaikan dapat dipahami oleh siswa, maka saya menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dalam mengajar. Memang, anak-anak seusia mereka belum mengerti betul bahasa Indonesia, sedangkan bahasa Jawa adalah bahasa keseharian mereka. Bahasa Indonesia baru mereka ketahui melalui media elektronik seperti televisi, dan saat mereka duduk di bangku sekolah.
Menurut pendapat saya, akankah lebih baiknya bila pada usia TK dan SD kelas awal (khususnya kelas I dan II), dalam kegiatan belajar mengajarnya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi. Dan untuk SD kelas awal, bahasa Indonesia hanya sebatas mata pelajaran saja dengan alasan untuk mengenalkan bahasa Jawa lebih dahulu sebagai basic dasar sebelum mereka mengenal bahasa Indonesia dalam berkomunikasi mereka. Dan untuk menunjang hal tersebut, perlu diadakannya penataran bahasa Jawa untuk guru-guru TK dan SD yang mengajar di kelas awal, tanpa harus mengubah kurikulum, misalnya untuk SD kelas awal tetap pembelajaran tematik, tetapi dalam menyampaikan materi menggunakan bahasa Jawa. Penataran ini bertujuan untuk mengasah dan mempertajam penggunaan bahasa Jawa bagi para guru, dengan menghadirkan pakar yang benar-benar menguasai bahasa Jawa dan berpengalaman mengajar dengan komunikasi bahasa Jawa yang baik dan benar.
Anak-anak diperkenalkan dengan bahasa Jawa yang bila dipelajari lebih dalam itu menyimpan kekayaan kata, budi bahasa dan unggah-ungguh (sopan santun) yang baik. Karena budi pekerti seseorang akan terlihat melalui bahasa yang dituturkannya. Seperti saat sekarang ini, saat berbagai macam suguhan hiburan merebak di negeri ini, kita sepertinya kehilangan budaya ketimuran kita yang terkenal santun dan ramah.
Supadiyanto (Studi Sarjana pada Jurusan Komukasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogya & Jurdik Matematika FMPA UNY serta Peneliti muda pada ICRC) mengemukakan bahwa bagaimanakah posisi bahasa Jawa yang menjadi nukleus dari kehalusan tutur bahasa seseorang, kini tak mendapatkan porsi pelajaran di bangku sekolah. Mengapa, siswa tak memperoleh pelajaran bahasa Jawa, yang mengajarkan tata krama, unggah-ungguh dalam filosofi budaya Jawa. Krisis pemakaian bahasa Jawa yang terjadi di lokal area DIY dan Jawa Tengah secara umum bakal mempengaruhi kredibilitas kultur bahasa keraton ini di masa mendatang. Sudah jarang dan sulit sekali kita bisa dengan mudah menemukan siswa SD dan atau SMP yang pandai ber-casciscus memakai bahasa krama pada gurunya. Tak ada lagi ditemukan, siswa SMA yang lihai dalam berolah kata mengeksplorasikan krama inggil untuk berkomunikasi dengan orang tua atau sosok yang lebih dihormati.
Adalah hal yang menggembirakan karena sekarang ini pelajaran bahasa Jawa menjadi mata pelajaran yang wajib diajarkan mulai dari SD sampai SMA. Itu artinya ada upaya untuk melestarikan bahasa Jawa dan membudayakan bahasa Jawa di sekolah-sekolah.

Tidak ada komentar: